Mengenal para Rasul yang diutus
kepada umat manusia merupakan perkara penting dan sangat dibutuhkan kaum
muslimin, baik berkenaan dengan iman, tugas, kekhususan dan kehidupan mereka
agar dapat dijadikan suri teladan bagi manusia.
Apalagi dimasa kini dan khususnya
kaum muslimin yang sudah jauh dari kenabian dan ajarannya. Sehingga sudah
menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengajak saudaranya mengenal kembali
permasalahan ini sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Tugas Para Rasul
Para rasul memiliki tugas yang
banyak, diantaranya:
1. Tugas agung mereka mengajak
manusia beribadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya.
Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah merupakan dasar dan jalan
dakwah para rasul seluruhnya. Hal ini dikabarkan Allah Ta’ala dalam
firmanNya:
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thagut itu‘ “ (QS. An
Nahl:36)
Dalam ayat yang mulia ini Allah
menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul yaitu mengajak
kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan menjauhi segal
sesembahan selainNya.
Hal inipun disampaikan dalam
firmanNya:
وَمَآأَرْسَلْنَا
مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا
فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang
rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada
Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’”. (QS. Al Anbiya: 25)
Hal ini dikarenakan para rasul
diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah
jelaskan dalam firmanNya:
وَمَاخَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Demikian juga tauhid merupakan asas
fitroh manusia yang diperintahkan untuk ditegakkan dalam firmanNya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا
الصَّلاَةَ وَلاَتَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali
bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Ar Rum: 30-31)
para rasul mengajak umatnya untuk
mewujudkan tauhid dalam diri-diri mereka dan mengeluarkan segala kemampuannya
untuk merealisikan dakwahnya tersebut. Cukuplah kisah nabi Nuh dalam surat Nuh
sebagai contoh kegigihan mereka dalam mendakwahkan tauhid pada kaumnya.
2. Menyampaikan syari’at Allah
kepada manusia dan menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia,
sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا
بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir“. (QS. Al Ma’idah:67).
Demikian juga firmanNya:
بِالبَيِّنَاتِ
وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ
إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan” (QS. An Nahl: 44)
3. Menunjukkan umat kepada kebaikan
dan mengabarkan mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelaku kebaikan dan
memperingatkan mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan orang-orang
yang durhaka, sebagaimana firman Allah:
رُّسُلاً
مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ
بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana“ (QS. An Nisa: 165)
4. Memperbaiki manusia dengan
teladan dan contoh yang baik dalam perkataan dan perbuatan, sebagaimana firman
Allah :
أُوْلَئِكَ
الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah:”Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (al-Qur’an)”. al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat“ (QS. Al An’am:90)
Juga ditegaskan dalam firmanNya:
لَّقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ
وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS.Al Ahzab:21)
5. Menegakkan dan menerapkan
syari’at Allah diantara hamba-hambaNya, firman Allah Ta’ala:
وَأَنِ
احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ
أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا
فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ
كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan
perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik“ (QS.
Al Ma’idah:49)
6. Menjadi saksi sampainya
penjelasan syariat kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ
نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ
شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ
شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka darimereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammmad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl:89)
dan firmanNya:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu“ (QS. Al Baqarah:143)
Imam Abul Qasim Al Ashbahani
menyatakan dalam muqaddimah kitab beliau: “Segala puji bagi Allah yang telah
menampakkan tanda-tanda kebenaran lalu menjlaskannya dan telah memunculkan
manhaj agama ini lalu menerangkannya. Dialah yang telah menurunkan Al Qur’an
lalu seluruh hujjah ada padanya dan mengutus Muhammad sebagai Rasul, sehingga
memutus seluruh alasan (untuk berpaling). Kemudian Rasulullah telah berda’wah,
bersungguh-sungguh dan berjihad serta menjelaskan jalan kebenaran kepada umat
ini. Beliau juga menyampaikan syariat kepada mereka syari’at agar mereka tidak
menyatakan: ‘Belum datang kepada kami pemberi kabar gembira (Basyir) dan
pemberi peringatan (Nadzir)’.
Demikianlah beberapa tugas penting
para Nabi dan Rasul.
Allah Ta’ala telah memilih
diantara para hambaNya sebagai Nabi dan Rasul dengan memberikan beberapa
kekhususan yang tidak dimiliki hamba-hambaNya yang lain. Diantara kekhususan
para Nabi dan Rasul tersebut adalah:
1. Wahyu
Allah Ta’ala telah
mengkhususkan mereka dengan wahyu, sehingga mereka menjadi perantara Allah
dengan hamba-hambaNya. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya:
قُلْ
إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa‘ “. (QS. Al Kahfi: 110)
Demikianlah, diantara Nabi dan Rasul
ada yang langsung berbicara dengan Allah dan ada pula yang melalui perantara
malaikat Jibril ‘Alaihissalam, sehingga mereka dapat mengetahui
perkara-perkara gaib dengan wahyu tersebut.
2. Kemaksuman (Al Ishmah).
Seluruh umat sepakat bawha para
rasul memiliki kemaksuman dalam menerima risalah Allah, sehingga mereka tidak
lupa sedikitpun wahyu yang Allah turunkan kepada mereka dan memiliki kemaksuman
dalam penyampaian wahyu tersebut kepada manusia. Hal ini ditegaskan dalam
firman Allah:
سَنُقْرِئُكَ
فَلاَتَنسَى
“Kami akan membacakan (al-Qur’an)
kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa” (QS. Al A’laa: 6)
Dan firmanNya:
يَاأَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا
بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al Ma’idah: 67).
Demikian juga Allah mempertegas
dengan firmanNya:
وَلَوْ
تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ ثُمَّ
لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ
“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu“ (QS. Al Haaqah:44-47)
3. Diberi pilihan ketika akan
dicabut nyawanya
Hal ini ditunjukkan oleh hadits
‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau berkata:
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ نَبِيٍّ
يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّرَ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ
الَّذِي قُبِضَ فِيهِ أَخَذَتْهُ بُحَّةٌ شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ مَعَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّرَ
“Aku mendengar Rasululloh
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Tidak ada seorang nabipun yang sakit
kecuali diminta memilih antara dunia dan akhirat’. Beliau pada sakit mendekati
kematian beliau, mengeluarkan suara parau sekali, sehingga aku mendengarnya,
beliau mengatakan : ‘ Bersama orang yang Allah berikan kenikmatan pada mereka
dari kalangan para nabi, shidiqin, syuhada dan sholihin’. Lalu aku tahu beliau
sedang diberi pilihan.
4. Dikuburkan ditempat meninggalnya
Seorang Nabi bila meninggal dunia di
suatu tempat, maka ia dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini didasari hadits
Abu Bakar Radhiallahu’anhu, beliau berkata:
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُقْبَرَ نَبِيٌّ
إِلَّا حَيْثُ يَمُوتُ فَأَخَّرُوا فِرَاشَهُ وَحَفَرُوا لَهُ تَحْتَ فِرَاشِهِ
رَوَاهُ أَحْمَد
“Aku mendengar Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda seorang nabi tidak dikuburkan kecuali ditempat kematiannya dengan menyingkirkan pembaringannya dan dibuat lubang dibawah pembaringannya tersebut“
5. Jasadnya tidak dimakan bumi
Allah memuliakan jasad para Nabi
dengan membuatnya tidak hancur oleh tanah yang menguburnya walaupun telah
berlalu waktu yang sangat lama. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam sabdanya:
إِنَّ
اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
6. Mata mereka terpejam tidur namun
hatinya tetap sadar dan bangun
Demikianlah hal ini dijelaskan dalam
hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:
تَنَامُ
عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Berkata Anas bin Malik
Radhiallahu’anhu ketika mengisahkan kisah Isra’ Mi’raj :
وَالنَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمَةٌ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ
وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا تَنَامُ قُلُوبُهُمْ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam matanya tidur namun hatinya tidak tidur dan demikian juga para nabi mata mereka tidur sedang hati mereka tidak tidur“
7. Tetap hidup dikuburan mereka
Para Nabi dan Rasul walaupun telah
meninggal dunia, namun mereka tetap hidup dikuburannya dalam keadaan shalat,
sebagaimana diberitakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam
sabdanya:
الأَنْبِيَاءُ
أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
Demikianlah tugas dan kekhususan
para nabi secara umum dan ringkas, mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan
kita dan membawa kita kepada iman yang benar terhadap mereka.
Wallahu A’lam.
Referensi :
1. Tulisan Dr. Abdulaziz Shalih Al
Thowiyan dalam pengantar tahqiq kitab Al Nubuwat karya Ibnu Taimiyah,
cetakan pertama tahun 1420H, Adwaa Al Salaf, Riyaadh. KSA
2. Al Rusul wal Risalaah,
karya Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar, cetakan ketiga tahun 1405, Maktabah Al
Falaah, Kuwait
3. Usus Manhaj Al Salaf Fi Dakwah
Ila Allah karya Fawaaz Halil Al Suhaimi. cetakan pertama tahun 1423 H, Dar
Ibnu Hazm, Kairo, Mesir
4. Al Hujjah Fi Bayaan Al
Mahajjah wa Syarh Aqidah Ahli Sunnah karya Abul Qasim Isma’il bin Muhammad
bin Al Fadhl Al Taimi Al Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Al Rabi’ Al Madkhali,
cetakan ke-2 tahun 1419 H. Dar Al Raayah, Riyadh, KSA
5. Shahih Al Jami’ Al Shaghir
karya Syaikh Al Alamah Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan ketiga tahun
1408 H, Al Maktab Al Islami, Baerut.
6. CD Al Kutub Al Tis’ah.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
[1] Disarikan dari tulisan DR. Abdul ‘Aziz Sholih Al Thawiyan
dalam pengantar tahqiq kitab Al Nubuwat karya Ibnu Taimiyah, cetakan
pertama tahun 1420H, Penerbit Adwaa Al Salaf, Riyadh. KSA hal 1/28 dan Al
Rusul wal Risalaah, karya DR. Umar Sulaiman Al Asyqar, cetakan ketiga tahun
1405, Maktabah Al Falaah, Kuwait hal. 43-45 dengan tambahan dari
beberapa referensi yang akan penulis isyaratkan dalam catatan kaki.
[2]. Ushul manhaj Al Salaf Fi Dakwah Ila Allah karya
Fawaaz Halil Al Suahaimi. Cetakan pertama tahun 1423 H, Dar Ibnu Hazm, Kairo,
Mesir hal 85.
[3] Al Hujjah Fi Bayaan Al Mahajjah wa Syarh Aqidah Ahli
Sunnah, karya Abul Qasim Isma’il bin Muhammad bin Al Fadhl Al Taimi Al
Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Al Rabi’ Al Madkhali, cetakan ke-2 tahun 1419 H.
Dar Al Raayah, Riyadh, KSA hal 1/93.
[4] Disarikan dari Al Rusul wal Risalaah, karya Dr. Umar
Sulaiman Al Asyqar, op.cit hal 90-115
[5] Diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya, di kitab Tafsier
Al Qur’an, no. 4220.
[6] Hadits riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih. Hadits ini
dishahihkan Al Albani dalam kitab Tahdzir Al Saajid hal 10-11 dan Shahih
Al Jami’ Al Shaghir no. 5201, lihat Shahih Al Jami’ Al Shaghir
2/923.
[7] Hadits riwayat Abu Daud dalam Sunan-nya, kitab Al Shalat
Bab fil Istighfar no. 1308
[8] Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Al Manaaqib
no. 3304.
[9] Hadits riwayat Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al
Manaaqib, Bab An Nabi Tanamu Ainaahu Wala Yanam Qalbuhu no. 3305.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar